Renungan Kritis Terhadap Hedonisme
“Sebab segala yang ada di dalam dunia,
yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah
berasal dari Bapa, melainkan dari dunia”. 1 Yohanes 2:16
Filsafat Hedonisme adalah salah satu aliran pemikiran
yang hingga kini masih sangat berpengaruh dalam gaya hidup manusia modern. Inti
ajarannya adalah bahwa tujuan utama hidup manusia adalah mencari kesenangan dan
menghindari penderitaan. Hedonisme menganggap bahwa kebahagiaan sejati dapat
diukur dari kenikmatan yang dialami seseorang. Semakin banyak kesenangan yang
diperoleh, semakin bahagia hidupnya.
Tokoh yang pertama kali mengembangkan ajaran
ini adalah Aristippus dari Cyrene, seorang filsuf Yunani yang percaya bahwa
kenikmatan jasmani adalah kebaikan tertinggi. Menurut dia, manusia harus sebisa
mungkin menghindari kesusahan, penderitaan, atau kesedihan, dan sebaliknya
mengejar segala bentuk kesenangan sebagai jalan hidup. Dalam pandangan ini,
ukuran nilai kehidupan seseorang bukan ditentukan oleh moral, iman, atau
pengabdian, melainkan oleh seberapa banyak kenikmatan yang bisa ia nikmati.
Contoh praktisnya mudah kita jumpai: seseorang
bekerja keras bukan karena ingin berkarya atau melayani, melainkan hanya untuk
bisa berlibur mewah, menikmati hiburan, atau memperoleh fasilitas yang membuat
dirinya senang. Semangat dunia modern yang konsumtif—mall, pesta, hiburan
malam, kemewahan, dan kesenangan instan—adalah cermin nyata dari roh Hedonisme
yang masih menguasai banyak orang.
Sekarang mari kita melihat kebenaran firman
Tuhan untuk menilai ajaran ini. Rasul Yohanes dengan jelas berkata dalam 1
Yohanes 2:16 bahwa “keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup”
bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Inilah hakikat Hedonisme:
berpusat pada keinginan daging, mata, dan kebanggaan hidup semata. Padahal
firman Tuhan menegaskan bahwa semua itu akan lenyap, tetapi orang yang
melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya (1 Yohanes 2:17).
Selain itu, Alkitab mengingatkan kita dalam 2
Timotius 3:1-4 bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar, di
mana manusia menjadi “hamba uang, hamba kenikmatan, lebih menuruti hawa nafsu
daripada menuruti Allah.” Bukankah ini adalah gambaran yang tepat dari
Hedonisme? Filsafat ini menempatkan kesenangan sebagai ilah, sehingga manusia
hidup untuk mengejar kenikmatan, tanpa lagi peduli pada kebenaran.
Bandingkan dengan perkataan Yesus: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh
dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?” (Markus 8:36). Pertanyaan ini menghancurkan
dasar Hedonisme. Karena sebesar apa pun kesenangan yang kita nikmati, semuanya
fana dan tidak dapat menyelamatkan jiwa. Hidup manusia jauh lebih dari sekadar
kesenangan sesaat. Hanya Allah yang dapat memberi kebahagiaan sejati yang
kekal.
Saudara, dari sini kita belajar bahwa
Hedonisme adalah jalan yang menipu. Ia menjanjikan kesenangan, tetapi akhirnya
menjerumuskan ke dalam kehampaan. Sebaliknya, firman Tuhan mengajarkan bahwa
sukacita sejati tidak terletak pada kenikmatan duniawi, melainkan pada
persekutuan dengan Allah. Mazmur 16:11 berkata: “Engkau memberitahukan kepadaku
jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan
kanan-Mu ada nikmat senantiasa.” Inilah jawaban iman Kristen terhadap
Hedonisme: bukan kesenangan fana dunia, melainkan sukacita kekal yang datang
dari hadirat Allah.
Jadi, demikianlah kebenaran firman hari ini.
Hedonisme mungkin memikat banyak orang, tetapi kita sebagai umat Tuhan
dipanggil untuk hidup berbeda: mencari kerajaan Allah dan kebenaran-Nya lebih
dahulu (Matius 6:33). Hanya dengan itu, hidup kita akan dipenuhi dengan damai
sejahtera dan sukacita yang sejati. Kiranya kita selalu menolak godaan
Hedonisme, dan tetap bersandar pada Tuhan yang menjadi sumber kebahagiaan
kekal. Amin. Tuhan memberkati.
(Pdt. Theos M. Purba)

Posting Komentar