Renungan Kritis Terhadap Materialisme
“Semoga
Allah damai sejahtera sendiri menguduskan kamu seluruhnya, dan semoga roh dan
jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna, sampai pada kedatangan Tuhan kita Yesus
Kristus.” 1 Tesalonika
5:23
Materialisme adalah paham filsafat yang
mengatakan bahwa segala sesuatu hanyalah
materi. Tidak ada roh, jiwa, atau realitas lain di luar dunia fisik. Ajaran
ini sudah dikenal sejak zaman Demokritos (abad ke-5 SM) yang menyebut bahwa dunia
terbentuk dari atom-atom. Di zaman modern, Karl Marx juga membangun teori sosialnya
dengan dasar materialisme.
Lalu, bagaimanakah contoh konkret dalam
kehidupan sehari-hari faham materialisme ini : Orang berkata cinta hanyalah
reaksi kimia dalam otak. Sukses diukur hanya dengan harta, jabatan, dan benda. Masalah
hidup dianggap hanya persoalan fisik, tanpa melihat sisi rohani.
Sekarang, mari kita melihat di mana letak
kesalahan faham materialisme ini. Alkitab mengajarkan bahwa manusia bukan hanya
tubuh, tetapi juga roh atau jiwa. Paulus menulis dalam 1 Tesalonika 5:23 bahwa
Allah menjaga “roh, jiwa, dan tubuh” kita. Artinya, hidup kita lebih dari
sekadar materi. Ada unsur rohaniah atau batiniahnya! Kejadian 2:7 menegaskan
bahwa manusia hidup karena Allah menghembuskan nafas hidup ke dalam dirinya.
Tanpa roh dari Allah, manusia hanyalah tanah liat. Jadi pandangan bahwa manusia
hanyalah kumpulan materi jelas bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan.
Materialisme juga merampas martabat manusia.
Jika kita hanya dianggap materi, maka manusia tak lebih dari mesin biologis.
Padahal Alkitab menegaskan kita diciptakan menurut gambar Allah (Kejadian 1:27),
memiliki nilai yang kekal dan tujuan ilahi. Mazmur 139:13–16 menegaskan lagi:
Allah membentuk kita dalam rahim, mengenal hari-hari kita sebelum satu pun dari
semua itu terjadi, ini bukan catatan tentang sistem mekanikal fisik semata,
melainkan relasi pencipta kepada pribadi yang bernyawa dan berkesadaran.
Tuhan Yesus sendiri menegaskan tentang relasi
rohani antara umat dengan Tuhan ketika Ia berkata: “Allah itu Roh; dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah dalam
roh dan kebenaran” (Yohanes 4:24). Kalau Allah adalah Roh, maka realitas
rohani bukan hanya ilusi; ia adalah dasar relasi antara Allah dan manusia.
Lalu, Rasul Paulus menambah perspektif penting
dalam 2 Korintus 4:16-18 bahwa tubuh lahiriah kita ini merosot, tetapi manusia
batiniah terus dibaharui; kita memandang kepada yang tidak nampak, sebab yang
nampak sementara. Ini bertentangan dengan klaim materialisme yang hanya
mengakui yang nampak/terukur.
Sebagai orang percaya, kita tidak boleh
terjebak hidup materialistik. Harta, benda, dan tubuh itu penting, tetapi bukan
yang utama dalam hidup ini. Yesus sendiri berkata: “Apakah gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan
nyawanya?” (Markus 8:36).
Karena itu, mari kita: Hidup sederhana dan
bersyukur. Menggunakan materi sebagai sarana, bukan tujuan. Menjaga keseimbangan
antara unsur roh/jiwa, dan tubuh kita bagi kemuliaan Allah.
Hiduplah sederhana namun bermakna. Di sini
bukan berarti saya ingin mengatakan bahwa kita harus menolak materi, tapi yang
harus kita lakukan ialah menolak kultus materi. Gunakan berkat untuk memuliakan
Allah dan menolong sesama. Bukan menjadikan kesuksesan materi sebagai standar untuk
mengatakan bahwa seseorang dekat dengan Tuhan. Seolah-olah jika dia mempunyai
kecukupan materi lantas dia adalah orang yang diberkati Tuhan dan penuh Roh
Kudus! Tidak. Justru tanpa disadari, itu adalah jerat setan yang akan merusak
hidup anda.
Hidup kita bukan hanya tentang materi. Ada
dimensi rohani yang hanya dapat dipuaskan dalam Allah. Kiranya kita terus
memandang kepada Kristus, yang memberi makna dan tujuan sejati dalam hidup
kita. Amin. Tuhan memberkati.
(Pdt. Theos M. Purba)

Posting Komentar